Selasa, 03 Februari 2015

Uni Eropa Tak Setuju Indonesia Terapkan Hukuman Mati

Liputan6.com, Jakarta - Hukuman mati yang diterapkan pemerintah Indonesia terhadap pelaku kejahatan narkoba di protes Uni Eropa. Duta Besar Uni Eropa untuk Indonesia Olof Skoog menyatakan, Uni Eropa keberatan dengan hukuman mati karena dinilai tidak akan efektif mencegah dan memerangi kejahatan narkoba.

"Kami keberatan dengan hukuman mati yang diterapkan Indonesia, bukan karena (yang akan dihukum) warga Eropa atau lain, tapi ini karena prinsip," ujar Skoog di Kantor Kedutaan Uni Eropa Jakarta, Rabu (3/2/2015).

"Kami percaya setiap negara tidak punya hak untuk membunuh warga negaranya sendiri atau warga negara lain," sambung dia.

Menurut Skoog, Uni Eropa sudah mendiskusikan hal tersebut dengan beberapa lembaga negara dan pemangku kepentingan di Indoesia. Namun, Skoog kecewa karena upaya tersebut tidak membuahkan hasil.

Meski demikian, diakui Skoog, masalah penyelundupan narkotika adalah kejahatan berat yang harus diperangi secara serius. Namun, ujar dia, hukuman mati bukan solusi.

"Hasil kajian kami sudah menujukkan hukuman mati tidak dapat menghentikan orang-orang dari penggunaan dan penyelundupan narkotika," terang dia.

Skoog mengatakan, masih banyak cara yang bisa digunakan demi mencegah peredaran dan penyelundupan narkotika. Cara itu antara lain edukasi, penyuluhan kesehatan, rehabilitasi, dan hukuman yudisial.

Protes hukuman mati ini disuarakan Uni Eropa setelah sebelumnya, pada 18 Januari 2015, Kejaksaan Agung mengeksekusi mati 6 terpidana mati kasus narkoba. Satu dari 6 napi yang dieksekusi yakni warga negara Indonesia. Sedangkan 5 orang lainnya warga negara asing.    

Sebelum pelaksanaan eksekusi mati, dua pimpinan negara yakni Raja Belanda dan Presiden Brasil menelepon Presiden Jokowi, meminta agar hukuman mati tidak dilaksanakan. Namun Presiden Jokowi menolak permintaan itu, dengan alasan hukuman mati merupakan putusan pengadilan bukan pemerintah. (Sun/Yus)

Serpihan Kabin Diduga Milik AirAsia Ditemukan di Donggala Sulteng

Liputan6.com, Palu - Serpihan yang diduga kabin bagasi pesawat AirAsia QZ8501ditemukan di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah. Kabin bagasi tersebut ditemukan salah seorang nelayan Desa Towale, Kecamatan Banawa Tengah..

Penemuan serpihan kabin bagasi yang diduga bagian dari pesawat penerbangan Surabaya-Singapura itu bermula ketika Lamori (52), nelayan asal Desa Towale sedang memancing ikan bersama anaknya di perairan Selat Makassar, Kabupaten Donggala.

Curiga kabin ini milik pesawat AirAsia yang jatuh di Selat Karimata, Kalimantan Tengah, Lamori pun langsung membawa ke rumahnya dan melaporkan kepada ketua RT setempat, selanjutnya melaporkan ke Polsek Banawa.

"Waktu saya memancing, saya lihat benda ini mengapung. Karena saya lihat seperti bagian pesawat maka benda ini saya bawa pulang ke rumah. Saya sudah laporkan ke RT Senin lalu dan baru hari ini ada polisi yang datang ambil," kata Lamori, saat ditemui di Polres Donggala, Sulawesi Tengah, Rabu (3/2/2015).

Dari Polsek Banawa, temuan kabin ini langsung diamankan ke Polres Donggala untuk kemudian dilaporkan ke Basarnas Palu.
Di beberapa bagian kabin itu hanya ada tulisan yang menandakan ukuran dan kapasitas bagasi di kabin itu. Sementara di bagian lain, ada tulisan tanggal pembuatan kabin tersebut.

Kepala Seksi Operasi Basarnas Palu George LM Randang mengatakan, pihaknya segera berkoordinasi dengan Basarnas Makassar untuk menindaklanjuti penemuan serpihan kabin bagasi pesawat tersebut.

Basarnas Palu juga sudah menerjunkan 9 personel untuk menyisir lokasi yang diduga menjadi lokasi sisa serpihan pesawat untuk mencari jenazah korban AirAsia.

"Benda ini belum bisa kami pastikan sebagai bagian dari pesawat AirAsia yang jatuh di Pangkalan Bun. Makanya kami akan kirim ke Surabaya untuk diteliti," kata George.

Kabin yang diduga milik AirAsia itu sore tadi langsung dibawa ke Pasangkayu, Sulawesi Barat, dan kemudian di-packing untuk dikirim ke Surabaya.

Sementara terkait penemuan itu, tim Basarnas dibantu sejumlah pihak mulai memperluas wilayah pencarian serpihan AirAsia hingga ke perairan Sulawesi Tengah. (Rmn/Yus)

Istri Pejabat di Lamongan Ikut Pesta Sabu

Liputan6.com, Lamongan - Yuni Setiawati atau yang akrab disapa Yuyun, istri Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Pengairan Lamongan, Jawa Timur hanya bisa menutupi wajahnya saat akan diperiksa penyidik dari Polres Lamongan.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Petang SCTV, Selasa (3/2/2015), Yuyun bersama 3 teman lelakinya ditangkap polisi saat sedang asyik menggelar pesta sabu-sabu

Saat ditangkap, Yuyun sempat berteriak histeris dan pingsan. Bahkan pemeriksaan terhenti karena tiba-tiba saja Yuyun tiba-tiba kembali pingsan dan kejang-kejang.

Selain Yuyun, polisi juga menciduk Eko Tomaji dan Soni Marusir, warga Babat, Lamongan, serta Toni yang merupakan warga Bojonegoro.

Dari tangan pelaku, petugas menyita 5 perangkat alat hisap, 3 buah korek api, almunium foil, alkohol, dan sisa sabu seberat 0,5 gram.

Keempat tersangka akan dikenai pasal 112 ayat 1 dan pasal 127 dengan ancaman maksimal 20 tahun penjara.

Kasus pejabat atau keluarga pejabat yang terjerat narkoba bukan kali ini saja terjadi. Anda tentu masih ingat dengan Lurah cantik bernama Saraswati alias Sri.

Sri ditangkap polisi Mamasa, Sulawesi Barat, pada akhir Januari lalu saat edang asyik berpesta sabu di sebuah hotel di Mamasa bersama teman-teman lelakinya.

Menurut polisi, Sri sudah lama menjadi target operasi karena diduga menjadi pemakai sekaligus penegdar barang haram narkoba.

Namun belum 10 hari mendekam di sel penjara, Sri sudah dibebaskan. Alasan polisi pun berubah. Menurut pihak kepolisian, Sri bukanlah pengedar maupun pemakai.

Sri hanya korban yang dijebak datang ke hotel saat teman-teman lelakinya sedang berpesta sabu-sabu. Sri pun hanya dikenakan wajib lapor. Kini Sri pun sudah melenggang bebas. (Vra/Yus)